Sunday, September 23, 2007

KISAH FISIKAWAN ASIA : Tsung Dao Lee

TAHUN 1957, untuk pertama kalinya Cina menempatkan warganya dalam jajaran penerima hadiah Nobel Fisika. Tidak hanya satu melainkan dua orang sekaligus. Salah satu dari mereka tercatat hingga saat ini sebagai orang Asia termuda yang menerima penghargaan prestisius itu, ia adalah Tsung Dao Lee.

Anak ketiga dari enam bersaudara ini lahir di Shanghai, Cina, pada 24 November 1926 dari pasangan Tsing Kong Lee seorang pebisnis dan Ming Chang Chang. Lee mendapatkan pendidikan menengahnya di sekolah menengah Kiangsi, Kanchow, dan lulus tahun 1943. Ia kemudian masuk Universitas Nasional Chekiang di Provinsi Kweichow.

Ketika Jepang menginvansi Cina, aktivitas pendidikan Lee terpaksa pindah ke Kunming, Yunnan. Di sinilah ia kemudian masuk National Southwest Associated University dan bertemu Chen Ning Yang. Keduanya kelak menjadi pasangan fisikawan yang sangat kompak dan berhasil memadukan talenta masing-masing sehingga membuahkan Nobel atas kontribusi penting mereka dalam bidang partikel elementer.

Semasa kuliah, Lee sudah memperlihatkan potensi dirinya sebagai mahasiswa yang cemerlang, Namun, Lee sadar otak brilyan saja tidak cukup. Ibarat hanya merupakan bahan baku, ia harus mengolahnya dengan kerja keras untuk meraih puncak kesuksesan. Karena itulah, kabarnya pria berwajah kekanak-kanakan ini hampir tidak punya waktu untuk bermalas-malasan. Ia pernah mengatakan bahwa baginya berpikir adalah proses yang berkesinambungan.

Pada tahun 1946, Lee menerima beasiswa dari Pemerintah Cina yang memungkinkannya untuk belajar di Universitas Chicago. Gelar PhD ia peroleh dari sana pada usia 24 tahun setelah menulis tesis berjudul Kandungan Hidrogen pada Bintang Kerdil Putih (Hydrogen Content of White Dwarf Stars). Setelah itu, Lee berkarier sebagai peneliti dan dosen di Universitas California, Berkeley, dan dari tahun 1951 hingga tahun 1953 dia bergabung dengan institut pendidikan lanjut (Institute of Advanced Study) di Princeton. Hasil kerja kerasnya dalam memecahkan berbagai persoalan sulit di bidang mekanika statistik dan fisika nuklir membuat popularitas Lee sebagai fisikawan berkualifikasi internasional melesat dengan cepat.

Direktur institut tersebut, J Robert Oppenheimener menyatakan kesannya terhadap Lee, "Ia adalah fisikawan teoretis paling brilyan yang kami kenal. Pekerjaannya mencerminkan kemampuannya yang luar biasa dan pribadinya yang segar, fleksibel, dan penuh gaya." Lee bergabung dengan Universitas Columbia tahun 1953 dan pada usia 29 tahun telah menjadi profesor penuh termuda di sana. Meskipun terpisah institusi, kerja samanya dengan Yang tetap dilanjutkan dengan kunjungan dan telepon. Pada tahun 1956 Lee dan Yang mengemukan bahwa paritas tidak kekal dalam proses elektrolemah (electroweak), artinya jika suatu sistem dicerminkan kiri menjadi kanan, atas menjadi bawah, depan menjadi belakang, hasilnya adalah berupa suatu sistem baru yang berbeda dengan sistem semula. Setelah pembuktian secara eksperimen oleh fisikawan wanita Wu Chien Hsiung dari Universitas Columbia, hasil penelitian Lee dan Yang membuahkan Nobel fisika untuk mereka.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Lee masih berusia muda saat itu, baru 31 tahun, sehingga ia menjadi penerima Nobel kedua termuda di dunia setelah Sir Lawrence Bragg.
Topik riset lain yang digandrungi Lee adalah teori medan, astrofisika, turbulensi, dan superkonduktivitas suhu tinggi. Bersama dengan Dr Yang, Lee juga aktif menulis artikel di jurnal fisika internasional, The Physical Review. Beberapa penghargaan yang diterimanya antara lain Albert Einstein Commemorative Award dalam bidang sains dari Yeshiva University, New York (1957) dan The Science Award of the Newspaper Guild of New York. Ia juga menjadi anggota kehormatan American Physical Society dan The Academia Sinica. Tahun 1958, ia pun dianugerahi gelar DSc dari Princeton University.

Dalam bidang pendidikan, Lee dikenal sebagai ilmuwan yang cukup peduli. Lee pernah bergabung dengan Weisskof tahun 1977 untuk memprotes kebijakan politik terhadap perkembangan sains yang merugikan di Argentina. Lee juga mempunyai ide cemerlang untuk mengundang ribuan mahasiswa terbaik Cina belajar di berbagai universitas di Amerika Serikat melalui program CUSPEA (China-US Physics Examination and Application 1980-1990). Usahanya itu telah membuahkan hasil yang luar biasa, kini banyak sekali kontribusi penting dalam fisika dihasilkan oleh para alumni CUSPEA ini.

Lee mempunyai hobi senang bermain dengan kedua anaknya dan membaca buku detektif.

Sumber : Yohanes Surya

No comments: